Bantul (KabarMuh) – Pelaksanaan Salat Iduladha tahun 1446 yang diselenggarakan oleh Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Tirtonirmolo Barat Kasihan Bantul DIY pada 6 Juni 2025 di Halaman Pondok Pemuda Ambarbinangun berlangsung sangat meriah, dihadiri dua ribuan jamaah yang antusias mengikuti rangkaian salat Iduladha.
“Pemandangan seperti ini sudah biasa bukan kali ini saja, baik salat Idulfitri maupun salat Iduladha di lokasi ini selalu meriah dengan jamaah yang melimpah,” ujar Sofriyanto selaku Ketua PRM Tirtonirmolo Barat.
“Yang tidak biasa adalah kepanitiaannya yang baru ini banyak membuat terobosan dalam hal publikasi dan pengelolaan teknisnya,” tambah Sofriyanto.
Sofriyanto mencontohkan terobosan yang dilakukan oleh panitia, “Baru pertama kali ini dibagikan gratis buku panduan yang berisi naskah khotbah, sosialisasi kegiatan PRM/PRA dan iklan produk usaha yang bekerja sama dengan para pelaku usaha di kampung kita dan sekitarnya untuk berpromosi melalui buku panduan tersebut.”
“Kami mengklaim jumlah jamaah di atas 2.000 adalah dari buku panduan tersebut yang dicetak sebanyak 2.000 eksemplar habis dibagi kepada jamaah non anak-anak bahkan menurut laporan masih banyak yang tidak mendapatkan buku tersebut,” papar Sofriyanto.
“Namun yang paling penting adalah bahwa Iduladha bukan semata hari raya, melainkan momen untuk meneladani ketundukan Nabi Ibrahim dan keikhlasan Nabi Ismail dalam menjalankan perintah Allah dan melalui momen suci ini mari kita jadikan semangat berkurban sebagai wujud ketaatan, solidaritas, dan kasih sayang antarsesama,” pungkas Sofriyanto yang juga menyampaikan sambutan singkat sebelum dimulainya salat Iduladha.
Salat Iduladha yang diselenggarakan oleh PRM Tirtonirmolo Barat mengundang mantan aktivis Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCIM) Libya, Ustaz Nayif Fairuza.
Dalam khotbah yang berjudul “Nilai-nilai Ketakwaan dan Kesalehan Nabi Ibrahim AS”, Nayif diantaranya menyampaikan tentang pelajaran yang didapat dari perjalanan hidup Nabi Ibrahim yang harus diteladani.
“Pelajaran pertama, Nabi Ibrahim mengajarkan pemurnian keimanan kepada Allah, termasuk dengan mengasah logika untuk meneguhkannya. Kesadaran tauhid ini bahkan sudah dimiliki oleh Nabi Ibrahim ketika masih belia sebagaimana dikisahkan dalam Surat al-An’am ayat 76-79. Keteguhan iman Nabi Ibrahim tak luntur sedikitpun bahkah ketika dihukum oleh Raja Namrud dan kaumnya dengan dibakar hidup-hidup namun Allah menyelamatkannya dengan memerintahkan api menjadi dingin.”
Ustaz yang sehari-hari bertugas sebagai staf pengajar di Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta ini selanjutnya menambahkan, “Pelajaran kedua dari perjalanan Nabi Ibrahim adalah adanya hubungan yang tidak baik antara Ibrahim dengan ayahnya karena ayahnya dan pengikutnya merupakan penyembah berhala bahkan sampai Nabi Ibrahim diusir oleh ayahnya.”
“Namun demikian, Nabi Ibrahim sebagai anak tetap menghormati dan mendoakan ayahnya sebagaimana termaktub dalam Surat Asy-Syu’ara ayat 86 dan Surat Maryam ayat 48.”
“Episode ini mengajarkan kepada kita, dalam kondisi apapun, sikap santun kepada orang tua tetap harus dijaga. Dalam ayat lain mengajarkan kepada kita untuk selalu bersikap lemah lembut dan merendahkan hati kita di hadapan orang tua kita.”
“Kita diminta oleh Allah menggunakan kata yang mulia _(qaulan kariman)._ Kita dilarang membentak dan meremehkan mereka. Ini adalah pelajaran penting ketika semakin banyak anak muda melupakan akhlak bagaimana bersikap kepada orang tua,”
Selanjutnya Nayif menambahkan, “Pelajaran ketiga, sebagai ayah, Nabi Ibrahim sangat menghargai anaknya, Nabi Ismail. Dialog Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ketika diperintah Allah untuk disembelih menggambarkan itu semua. Meski Nabi Ibrahim jelas diperintah oleh Allah, namun tidak serta merta menyembelih Nabi Ismail. Nabi Ibrahim bahkan bertanya kepada Nabi Ismail tentang pendapatnya. Sangat demokratis. Nabi Ibrahim menganggap Nabi Ismail yang saat itu menginjak dewasa yang telah siap memilih, sebagaimana diceritakan pada QS Ash- Shaffat ayat 102.”
Ustaz yang pernah mengenyam pendidikan di International Islamic Call College Libya ini melanjutkan, “Pelajaran keempat, bahwa Nabi Ibrahim mencontohkan keikhlasan untuk mengorbankan anak yang dicintainya di jalan Allah.”
“Kita bisa bayangkan tingginya rasa sayang Nabi Ibrahim kepada Nabi Ismail, yang lahir setelah penantian 86 tahun sanggup mengorbankan sesuatu yang kita cintai, seperti harta, dikorbankan di jalan Allah dengan ikhlas adalah salah satu sifat orang bertakwa. Hewan kurban yang disembelih mulai hari ini adalah satu cara kita meneladani Nabi Ibrahim sebagaimana tergambar dalam Surat Ash-Shaffat ayat 102.” lanjut Nayif.
“Pelajaran kelima, Nabi Ibrahim sangat peduli dengan masa depan keturunannya, baik dari aspek keimanan maupun kesejahteraan sengan selalu memanjatkan doa yang terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat126,” pungkas Nayif. ***