SURAKARTA – Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen) Fajar Riza Ul Haq, menegaskan pentingnya pembaruan pola kaderisasi Muhammadiyah agar lebih lentur, tidak terlalu formalistik, dan siap menjawab tantangan abad ke-21.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional Majelis Pembinaan Kader dan Sumber Daya Insani (MPKSDI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang berlangsung di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada Jumat (24/10).
Menurut Wamendikdasmen Fajar, pola kaderisasi yang terlalu kaku, hierarkis, dan formalistik menurut beberapa hasil riset terkini tidak lagi relevan dengan karakter generasi muda masa kini. Generasi Z, menurut alumni UMS tersebut lebih menyukai ruang gerak yang cair, kreatif, dan berbasis nilai dibandingkan pola perkaderan yang bersifat struktural dan ideologis.
“Menurut beberapa temuan survey, anak-anak sekarang tidak suka dengan yang sangat ideologis. Mereka lebih senang hal-hal yang fungsional dan berdampak. Karena itu, pola kaderisasi ke depan harus lebih cair, berbasis profesi dan isu, bukan hanya pada struktur organisasi. Misalnya, IMM hanya di tingkat Komisariat, Cabang, atau DPP,” ujar Fajar.
Oleh karena itu, menurut Wamen Fajar, yang juga merupakan Ketua Lembaga Kajian dan Kemitraan Strategis (LKKS) PP Muhammadiyah, orientasi kaderisasi Muhammadiyah ke depan harus bergerak dari sistem yang berbasis struktur menuju sistem yang berbasis nilai dan dampak.
“Organisasi harus berfokus pada profesi dan isu strategis. Basis kaderisasi bukan lagi pada usia atau gender, tapi pada kemampuan memberi manfaat. Struktur organisasi kemahasiswaan atau pelajar Muhammadiyah di tingat, ranting, cabang, DPD, DPP itu penting, tapi kalau tidak relevan dengan kebutuhan generasi, maka ortom kita akan semakin sulit berkembang,” tegasnya.
Di sisi lain, Wamen Fajar juga menyoroti pentingnya menafsirkan kembali Teologi Al-Ma’un sebagai ideologi praksis Muhammadiyah. Ia menekankan bahwa ajaran Al-Ma’un bukan hanya tentang amal sosial, tetapi juga dasar bagi pengembangan kecakapan abad ke-21 seperti berpikir kritis, kolaborasi, dan kepedulian sosial.
“Menurut para mufasir, amal saleh adalah setiap yang memberi manfaat kepada manusia. Maka dakwah Muhammadiyah yang berkemajuan saat ini dan Muhammadiyah menuju 2050 misalnya, harus semakin inklusif dan berdampak. Itu bagian dari dakwah rahmatan lil alamin yang berorientasi pada nilai dan kemanusiaan,” ujar Fajar.
Ia menambahkan bahwa arah baru kaderisasi Muhammadiyah sejalan dengan kebijakan pembelajaran mendalam (deep learning) yang sedang diperkuat oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah di bawah kepemimpinan Menteri Abdul Mu’ti, yang juga Sekretaris Umum PP Muhammadiyah.
“Kunci pembelajaran mendalam adalah bagaimana anak-anak kita bisa menghubungkan konsep dengan kenyataan. Masalahnya, selama ini mereka mempelajari yang abstrak tanpa tahu manfaatnya. Prinsip itu juga harus diterapkan dalam kaderisasi Muhammadiyah,” kata Fajar.
Lebih lanjut, Wamen Fajar menegaskan pentingnya membangun masa depan organisasi dengan ekosistem yang kuat dan menebar manfaat yang luas. Ia mendorong agar Muhammadiyah memperkuat jejaring antar bidang, antar generasi, dan antar lembaga sebagai fondasi keberlanjutan gerakan.
“Kita harus membangun masa depan organisasi dengan ekosistem yang kuat, kolaboratif, lintas sektor, dan menebar manfaat bagi umat dan bangsa. Muhammadiyah akan terus relevan ketika mampu menjawab kebutuhan zaman dan menghadirkan kemaslahatan nyata bagi sekitarnya,” tegasnya.
Di akhir, Wamen Fajar mengungkapkan bahwa Muhammadiyah dan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah memiliki arah perjuangan yang sejalan, yaitu membentuk manusia pembelajar yang beretika, berdaya guna, tangguh, dan siap menghapadi tantantan zaman.
“Melalui pendidikan, mari kita bergandengan tangan wujudkan kaderisasi Muhammadiyah yang adaptif, terbuka, dan berdampak adalah kunci agar kita tidak hanya besar dalam struktur, tapi kuat dalam nilai dan manfaat,” pungkasnya.
Sumber -> Artikel kiriman Kontributor. Oktober 2025.


