Kaderisasi Bukan Romansa, Melainkan Rasa yang Harus Dijaga

OPINI KabarMuh – Perkaderan bukan sekadar rutinitas organisasi—melainkan adalah napas dari gerak ideologi, pilar yang menopang masa depan ikatan ini, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM). Sebagai

Kuli Tinta

Kaderisasi di IMM melalui Massa Aksi
Kaderisasi di IMM melalui Massa Aksi

OPINI KabarMuh – Perkaderan bukan sekadar rutinitas organisasi—melainkan adalah napas dari gerak ideologi, pilar yang menopang masa depan ikatan ini, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).

Sebagai Gerakan mahasiswa Islam yang lahir dari rahim Persyarikatan Muhammadiyah, IMM hadir dengan misi yang tak ringan: membentuk pribadi muslim yang tak hanya berilmu, tapi juga berakhlak. IMM bukan hanya soal membentuk kader yang matang secara intelektual, spiritual, dan sosial, namun juga yang setia pada nilai, istiqamah dalam visi, dan utuh dalam rasa, yang sadar bahwa mereka bukan sekadar anggota, tapi bagian dari gerakan besar tuk cerahkan semesta.

Ikatan ini tak cukup hanya dengan sistem yang rapi, ia haus akan jiwa kepemimpinan yang sadar akan tanggung jawabnya—bukan hanya sebagai perancang strategi, namun juga yang tak hanya berpikir, tapi juga berkorban. Yang tak hanya berbicara, tapi memberi teladan dengan tindakan.

Sering kali kegagalan kaderisasi bukan karena sistem yang tak pasti, tapi karena kurangnya rasa memiliki. Tanpa cinta terhadap organisasi, seseorang hanya akan hadir, tapi tak benar- benar hidup di dalamnya, mereka tak akan rela berkorban, apalagi berjuang sepenuh hati. Tanpa komitmen dan konsistensi, rencana hanyalah ilusi, dan akan runtuh dalam sekejap jika dijalankan oleh tangan yang setengah hati.

Ki Hajar Dewantara mengajarkan tiga nilai mulia: Asah, Asih, Asuh.
Asah—tajamkan pikiran, perluas wawasan. Asih—bangun kedekatan, libatkan perasaan. Asuh—bimbing, dampingi, maksimalkan potensi.

Mengkader bukan tentang mencetak kader dalam cetakan yang sama. Ini adalah seni mendampingi manusia, dengan segala keunikan dan kompleksitasnya. Namun, terlalu sering kita terjebak. Demi kedekatan, kita lupa batas. Demi kenyamanan, kita biarkan kabur peran. Cinta dalam mengkader itu penting—tanpa cinta, kaderisasi hanya akan menjadi kewajiban kosong. Namun cinta saja tak cukup. Ia harus dibarengi kesadaran akan tanggung jawab, keteladanan, dan batas yang jelas. Karena cinta dalam perkaderan bukan untuk memiliki, tapi untuk menumbuhkan.

Pengkaderan butuh rasa, tapi juga logika. Butuh kehangatan, tapi juga batas. Karena mencintai dengan sadar, adalah bentuk tertinggi dari tanggung jawab. Sebab IMM adalah rumah perjuangan, cinta berarti pengorbanan, dan pengorbanan bukan untuk diingat, tapi untuk dilanjutkan.

Anggun Dalam Moral, Unggul dalam Intelektual. Fastabiqul Khairat. {Penulis: Hanif Zainularifin}

Kuli Tinta

Kuli tinta

Related Post

Leave a Comment